Fenomena OTT dan Krisis Nurani dalam Wajah Penegakan Hukum Kita
Operasi Tangkap Tangan (OTT) kini bukan lagi sekadar berita mengejutkan. Ia telah menjadi pemandangan rutin di layar televisi dan linimasa media sosial. Setiap kali lembaga antirasuah melakukan OTT, publik serentak bereaksi—antara kaget, marah, sekaligus pasrah. Seolah-olah kita telah terbiasa menyaksikan moral yang runtuh di hadapan godaan kekuasaan dan uang. Hukum di negeri ini sesungguhnya masih berjalan. Para penyidik masih bekerja, pasal-pasal hukum masih dibacakan di ruang sidang, dan vonis masih dijatuhkan. Namun, yang menipis justru sesuatu yang lebih mendasar: nurani. Ia seperti tubuh yang perlahan kehabisan oksigen—masih hidup, tapi nyaris tak berdaya. ( Baca juga: Memaknai Pahlawan di Zaman Penuh Paradoks ). OTT sering dianggap sebagai kemenangan hukum, padahal di sisi lain, ia juga menyingkap kekalahan nurani. Sebab korupsi bukan hanya soal angka kerugian negara, tetapi juga soal bagaimana akal sehat dan rasa malu telah dikhianati. Orang-orang yang seharusnya menjaga ...